Kamis, 05 Februari 2009

Perajin Jepara Menghadapi Krisis

PARA pengusaha mebel di Jepara saat ini dihadapkan pada suatu dilema yang sulit dan harus berpikir dengan dahi yang mengerut untuk lepas dari persoalan. Krisis global memang mengancam industri mebel, khususnya untuk pasar Amerika dan Eropa.

Mereka mengaku order menurun drastis. Menurut Ahmad Fauzi, ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Komisi Daerah (Komda) Jepara, saat ini untuk pangsa pasar Amerika cenderung turun cukup signifikan dari sisi permintaan.

Untuk para perajin, sebaiknya menghindari pasar negeri Paman Sam itu pada saat krisis global seperti sekarang ini. Dampak penurunan itu jelas dirasakan oleh para perajin.

Tetapi Fauzi menegaskan, penurunan order itu hanya kasusistik, tidak serta merta seluruh perajin Jepara mengalami kebangkrutan. ”Memang pangsa pasar para perajin tidak semuanya ke Amerika, mereka juga ekspor barang ke Eropa. Untuk krisis saat ini, dampak mulai terasa khususnya bagi perajin kelas menengah.

Ini hanya kasusistik. Tetapi jika krisis ini berkepanjangan, lama kelamaan industri mebel di Jepara juga akan mengalami kemunduran order,” jelasnya, Rabu (22/10).

Dia menambahkan, pasar mebel memang harus segera dari impitan krisis global. Jika pasar Amerika tidak menjanjikan, para perajin seharusnya mulai ancang-ancang membidik pasar domestik.

Pasar domestik dinilainya sangat berpotensi untuk menggantikan pasar Amerika dan Eropa. ”Transaksi di pasar domestik cukup bagus untuk saat ini. Pasar ini tidak terpengaruh dengan kondisi krisis global yang dialami Amerika. Cenderung permintaan semakin bertambah dibanding ekspor,” imbuhnya.

Selain pasar domestik, bidikan lainnya yakni Singapura dan Eropa Timur. Pasar ini menurutnya berpotensi besar menggantikan pasar Amerika dan Eropa yang saat ini masih gonjang-ganjing dengan krisis keuangan.

”Mebel Jepara sangat identik serta autentik. Mebel ini sudah punya pasar sendiri. Saya yakin di pasar selain Eropa dan Amerika, masih menerima mebel bikinan Jepara. Jangan lupakan efisiensi yang berdaya saing. Artinya, harga mebel ini bisa bersaing serta kompetitif untuk pangsa pasar global,” tegasnya.

Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini dengan menaikkan suku bunga jelas memberatkan pelaku ekspor. Sebagian besar pengusaha mebel di Jepara bersimbiosis mututalisme dengan perbankan karena kucuran kreditnya. ”Rasionalisasi kebijakan harus dilakukan pemerintah dengan BI sebagai perbankan. Pemerintah harus memperhatikan permasalahan ini,” ucapnya.

Pandangan alternatif pasar lainnya yang dibidik oleh perajin Jepara juga diungkapkan Samsul Arifin, dosen ekonomi STIENU Jepara. Dia memaparkan, para perajin sebaiknya mengalihkan pasarnya tidak berorientasi ekspor saja, melainkan sudah menilik pasar domestik.

Pasar itu dinilainya masih bagus daripada Eropa dan keuntungan yang didapat cukup lumayan. ”Karena Indonesia itu negara aneh. Dalam artian, orangnya dalam kondisi krisis ekonomi tetapi masih mampu membeli,” ungkapnya.

Hal senada dikatakan Kabid Perdagangan Dinas Indagkop Kabupaten Jepara Salembayong, kemarin. Pengaruh krisis global memang sedikit banyak berpengaruh pada order para perajin.

Menurut Bayong, selain pasar domestik, pengalihan pangsa pasar ini dilakukan untuk pasar Eropa Timur, Timur Tengah, serta Asia. ”Krisis ini otomatis memengaruhi daya beli pasar. Saya memahami pasar Eropa dan Amerika saat ini mulai lesu terkait permintaan mebel dari Indonesia khususnya Jepara. Mereka memang tidak mempunyai daya beli untuk itu,” tandas Bayong.

Jepara dikenal sebagai Kota Ukir yang mencapai tren keemasannya pada era 1997-1998. Pada saat itu nilai 1 dolar AS Rp 2.500 menjadi Rp 15.000.

Sebagian pelaku ekspor mebel, perajin menggunakan transaksi dalam bentuk dolar Amerika. Tapi semenjak 2001, tren peningkatan ekspor ke mancanegara menurun drastis. Ini dibuktikan dengan banyaknya gudang mebel yang dijual karena kredit macet dan terjerat utang bank. Cyber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar